A. Pengertian Epistemologi
Secara epistemologis kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti knowledge (pengetahuan) dan logos berarti the study of atau teory of. Secara harfiah epistemologi bearti study atau teori tentang pengetahuan. Namun dalam diskursus filsafat epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang membahas asal-usul, struktur, metode-metode dan kebenaran pengetahuan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa epistemologi adalah cabang dari filsafat yang secara khusus membahas tentang teori pengetahuan.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuasaan pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya para filosof pra Sokrates, yaitu filosof pertama di alam tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahan, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam. Metode ernpiris yang tela:n dibuka oleh Aristoteles mendapat sambutan yang besar pada Zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Dua di antara karya-karyanya yang menonjol adalah
The Advancement of Learning dan
Novum Organum (organum baru).
Fisafat Bacon mempunyai peran penting dalam metode Irrduksi dan sistematis menurut dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi kekuasaan pada manusia atas alam melalui peyelidikan ilmiah. mam. Karena itu usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan, dan tidak akan bermakna kecuali ia mernpunyai kekuatan yang dapat membantu meraih kehidupan yang lebih baik. Sikap khas Bacon mengenai ciri dan tugas filsafat tampak paling mencolok dalam Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia satu sama lain, menurutnya alam tidak dapat dikuasai kecuali dengan jalan menaatinya, agar dapat taat pada alam. Manusia perlu mengenalnya terlebih dahuku dan untuk mengetahui alam diperlukan observasi. Pengetahuan, penjelasan. dan pembuktian. Umat manusia ingin menguasai alam tetapi menurut Bacon, keinginan itu tidak tercapai sampai pada zamannya hidup, hal ini karena ilmu-imu pengetahuan berdaya guna dalam mencapai hasilnya, sementara logika tidak dapat digunakan untuk mendirikan dan membangun ilmu pengetanuan. Bahkan, Bacon meganggap logika lebih cocok untuk melestarikan kesalahan dan kesesatan yang ada ketimbang mengejar menentukan kebenaran.
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori moral. Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Empirisme; Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh daripengalaman inderawi.
2.Rasionalisme; Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
3. Positivisme; Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
4. Intuisionisme. Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik. Menurut Ornstein and Levine (1985: 186), epistemologi adalah bidang filsafat yang
berbicara tentang pengetahuan, dan dalam bidang pendidikan lazim dikaitkan dengan metode belajar-mengajar. Sedangkan menurut Imam Barnadib (1994:7), “cabang-cabang suatu system filsafat dapat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan.” Pada bagian lain, Barnadib mengemukakan bahwa “epistemologi diperlukan antara lain dalam hubungan dengan penyusunan kurikulum yang lazimnya diartikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan, dapat diumpamakan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh siswa atau murid dalam usahanya untuk mengenal dan memahami pengetahuan. Agar mereka berhasil dalam mencapai tujuan ini perlu mengenal hakekat pengetahuan, sedikit demi sedikit.” (Barnadib, 1994: 21).
Bertolak dari dua sumber tersebut, maka pandangan pragmatisme Rorty tentang
epistemologi yakni yang menyangkut pengetahuan dan kebenaran akan dicari implikasinya dalam bidang pendidikan yakni dalam kaitannya dengan metode belajar-mengajar dan kurikulum atau isi pendidikan. Implikasi ini diperoleh melalui metode komparatif analaogis, yakni dengan membandingkan dengan pandangan dari filsuf atau aliran lain. Dalam buku An Introduction to the Foundations of Education, Ornstein dan Levine (1985: 196) antara lain menampilkan metode belajar-mengajar menurut formula idealisme.
Dalam pandangan ini yang disebut tindakan mengetahui adalah mengingat kembali ide-ide yang tersembunyi dalam kesadaran atau pikiran seseorang. Oleh karena itu, metode dialogis Sokrates merupakan metode yang paling cocok bagi paham ini. Dalam metode dialogis Sokrates, seorang pendidik merangsang kesadaran peserta didiknya dengan cara mengajukan pertanyaanpertanyaan
terbimbing yang mampu melahirkan atau mengeluarkan gagasan-gagasan yang tersembunyi dalam kesadaran atau pikiran peserta didik. Dalam hal kurikulum, idealisme menyusun kurikulum yang berisi mata ajaran yang lebih